Minggu, 30 Desember 2007

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SISTEM JARINGAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SISTEM JARINGAN


PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI



 PENDAHULUAN



Istilah teknologi informasi (selanjutnya disingkat TI),
sering dijumpai, baik dalam media grafik, seperti surat kabar dan majalah,
maupun media elektronik, seperti radio dan televisi. Istilah tersebut merupakan
gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi.
Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu
terapan. Sedangkan pengertian informasi menurut Oxfoord English
Dictionary
, adalah "that of which one is apprised or told;
intelligence, news
". Kamus lain menyatakan bahwa, informasi adalah
sesuatu yang dapat diketahui. Namun, ada pula yang menekankan informasi
sebagai transfer pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan,
pada hakekatnya, informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan
informasi itu dijumpai dalam kegiatan sehari-hari, yang diperoleh dari
data dan dari observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui
komunikasi. Secara simpel, definisi TI dapat diartikan sebagai teknologi
yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, serta menyebarkan
informasi. Definisi tersebut menganggap bahwa TI tergantung pada kombinasi
komputasi dan teknologi telekomunikasi berbasis mikroelektronik.



Sedangkan istilah jaringan perpustakaan, berarti
suatu sistem hubungan antar perpustakaan, yang diatur dan disusun menurut
berbagai bentuk persetujuan, yang memungkinkan komunikasi dan pengiriman
secara terus menerus informasi bibliografis maupun informasi-informasi
lainnya, baik berupa bahan dokumentasi maupun ilmiah. Selain itu, jaringan
perpustakaan juga menyangkut pertukaran keahlian, menurut jenis dan tingkat
yang telah disepakati. Jaringan ini biasanya berbentuk organisasi formal,
terdiri atas dua perpustakaan atau lebih, dengan tujuan yang sama. Untuk
mencapai tujuan tersebut, disyaratkan untuk menggunakan teknologi telekomunikasi
dan komputer atau TI.



Kerjasama perpustakaan dalam bentuk jaringan ini penting
agar semua informasi yang tersedia dapat dimanfaatkan bersama secara maksimal
bagi pemakai. Henderson (1998:98) menyebutkan manfaat itu antara lain:
menyediakan akses yang cepat dan mudah meskipun melalui jarak jauh; menyediakan
akses pada informasi yang tak terbatas dari berbagai jenis sumber; menyediakan
informasi yang lebih mutakhir yang dapat digunakan secara fleksibel bagi
pemakai sesuai kebutuhannya; serta memudahkan format ulang dan kombinasi
data dari berbagai sumber.



 



PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK



Perpustakaan elektronik merupakan sarana penyimpanan informasi,
dokumen, audio visual, dan materi grafis yang tercipta dalam berbagai jenis
media. Media dimaksud berkisar dari mulai slide, film, video, compact audio
disc, audio tapes, optical disc, pita magnetis, disket dan floppy
disc, serta lainnya yang tengah dikembangkan.



Perpustakaan elektronik merupakan bagian dari sebuah jaringan
kerja (network). Secara teoritis, pemakai dapat memperoleh salinan
elektronik sebuah dokumen dari mana pun juga, asal tak ada kendala keamanan,
politik, ekonomi dan sosial.



Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan bagi terbentuknya
perpustakaan elektronik adalah:




  1. Interaksi dan sirkulasi perpustakaan. Apakah pemakai
    berinteraksi dengan semua perpustakaan ataukah dengan perpustakaan tertentu,
    atau bahkan melalui sistem hirarki perpustakaan ? Apakah jasa perpustakaan
    cukup dilakukan melalui titik jasa lebih kecil ataukah melalui cabang,
    kemudian diteruskan ke simpanan informasi lebih besar ?


  2. Bentuk fisik mata rantai pemakai (user link),
    yaitu mata rantai komunikasi antara pemakai dengan perpustakaan. Apakah
    pemakai datang sendiri ke perpustakaan ataukah menggunakan telepon, menulis
    surat, menggunakan kabel televisi, satelit, videotex, teletex, transmisi
    faksimil, pos elektronik dan sarana lainnya, atau justeru gabungan berbagai
    sarana untuk mengkomunikasikan permintaannya kepada perpustakaan? Manakah
    yang memerlukan desain khusus dalam hubungan antarmuka (inter-face)
    pamakai, komunikasi dengan mesin ataukah person to person ?


  3. Menarik iuran atau mengatur distribusi dana. Jaringan
    tidak saja memerlukan mata rantai telekomunikasi, tetapi juga niat organisasi
    yang ikut serta dalam jaringan untuk beroperasi sebagai mata rantai. Untuk
    ini, perlu dikembangkan kebijakan mengenai titik jasa atau perpustakaan
    elektronik yang bertanggung jawab atas sumber serta bagaimana caranya sumber
    itu dimanfaatkan oleh pihak lain, apakah perlu diadakan prioritas atau
    tidak. Bagaimana pemakai membayar sumber? Bagaimana distribusi dana di
    antara perpustakaan? Ini semua menyangkut masalah ekonomis yang berkaitan
    dengan semua pihak.


  4. Bentuk jaringan. Bagaimana bentuk jaringan berdasarkan
    situasi sistem perpustakaan dewasa ini?



Apa yang dikelola pustakawan pada dasarnya adalah pengetahuan
tercetak. Namun dengan adanya informasi digital, terjadilah pergeseran
makna dari pengetahuan. Sekarang pengetahuan lebih dilihat sebagai kemampuan
dinamis untuk menghubungkan, mengubah dan menggunakan ide atau pemikiran.
Dalam era digital, konsep pengetahuan dicerminkan dengan perangkat komunikasi
modern, yaitu jaringan komputer. Apa yang kemarin disebut pengetahuan,
mungkin saat ini hanyalah informasi yang dapat dikombinasikan dengan pemikiran-pemikiran
baru untuk menjadi pengetahuan yang lebih mutakhir. Dengan kemudahan yang
dimungkinkan oleh adanya jaringan komputer global, maka produksi informasi
akan semakin meledak.



Jaringan informasi internet telah membuat loncatan yang
begitu besar dalam memperpendek waktu transmisi informasi dan begitu luas
persebarannya. Lebih dari 25 juta pemakai dari 100 negara sekarang menggunakan
internet untuk surat elektonik, bulletin board, diskusi, dan mencari
maupun mempertukarkan informasi. Dalam hubungan ini, yang perlu digaris
bawahi adalah kecepatan informasi dari hitungan bulan, minggu, hari, jam,
menit, sampai ke detik, bahkan menjadi bagian dari detikitu sendiri. Jadi,
perkembangan informasi saat ini sudah menggunakan hitungan per detik.



Terdapat pro dan kontra tentang perpustakaan elektronik.
Pihak yang pro memandang ada sejumlah kelebihan perpustakaan elektronik
dibanding perpustakaan tercetak. Kelebihan-kelebihan dimaksud adalah sebagai
berikut:




  1. Mudah ditemukan, yakni dengan mencari melalui kata kunci
    (key word).


  2. Dapat dengan mudah disediakan jika dipasang pada jaringan
    global (internet).


  3. Mudah dihubungkan (hyperlink) dengan hal yang
    terkait.


  4. Dengan publikasi elektronik, karya ilmiah dapat segera
    dipencarkan, begitu selesai ditulis.


  5. Publikasi elektronik dapat menekan biaya penerbitan.



Terlepas dari pro dan kontra tersebut, ternyata kehadiran
publikasi elektronik, khususnya publikasi ilmiah, tidak dapat dihindari.
Hal ini antara lain dapat dilihat dari rekomendasi tentang publikasi elektronik
yang dihasilkan dalam ICSU UNESCO Conference of Experts Electronic Publishing
in Science, Paris, 19-23 February 1996. Beberapa diantaranya yang perlu
disampaikan di sini ialah:




  1. Perlunya mitra bestari (peer review) dan aturan
    pelaksanaan. Praktek mitra bestari hendaknya tetap dilakukan untuk publikasi
    elektronik seperti halnya publikasi tercetak.


  2. Salah satu fungsi publikasi ilmiah adalah juga sebagai
    upaya pelestarian ide ilmiah. Fungsi ini hendaknya tetap dipenuhi oleh
    publikasi elektronik. Konferensi tersebut merekomendasikan pula agar komunitas
    ilmiah, penerbit, dan pustakawan serta ahli informasi hendaknya bersama-sama
    menciptakan prinsip dan pedoman dalam pelestarian elektronik, termasuk
    di dalamnya pemeliharaan, isi kandungan, struktur, pendanaan, keterjangkauan
    dan kompatibelitasnya. Dalam kaitan ini, diharapkan juga adanya kerjasama
    dengan ISO dalam hal standar internasional.


  3. Hendaknya anggaran untuk akses informasi bagi keperluan
    penelitian dan publikasi hasil penelitian menjadi bagian dari anggaran
    penelitian itu sendiri. Selain itu, ditekankan bahwa ketersediaan informasi
    dalam bentuk sistem temu kembali informasi menjadi sangat penting sebagai
    upaya pengembangan efektifitas penelitian maupun pendidikan. Hendaknya
    sistem informasi ilmiah ini mendapat pendanaan yang cukup. Perlu pula dilakukan
    studi biaya dan manfaat publikasi elektronik yang melibatkan wakil dari
    perpustakaan, kalangan ilmuwan dan penerbit.


  4. Walaupun setiap disiplin keilmuan selalu mempunyai prosedur
    pengumpulan dan pemencaran informasi, namun selalu dapat diidentifikasi
    hal-hal mendasar yang hendaknya diketahui masyarakat ilmiah. Latihan dasar
    tentang sumberdaya informasi dan pendayagunaan perpustakaan elektronik
    hendaknya diberikan kepada para ilmuwan. Masyarakat ilmuwan hendaknya diberikan
    sarana komunikasi internasional dan diprioritaskan untuk pertukaran informasi
    ilmiah. Dengan meningkatnya peran ilmuwan dalam publikasi elektronik, hendaknya
    juga diberikan fasilitas pertukaran pengalaman dan keahlian di bidang ini.
    Sebagai langkah pertama ialah penyediaan akses bagi para ilmuwan kepada
    jaringan global (internet).


  5. Kerjasama internasional hendaknya terus dikembangkan,
    terutama karena pada saat ini partisipasi masyarakat ilmiah di negara berkembang
    semakin meningkat. Diharapkan, ICSU dan UNESCO tetap menjadi pelopor dalam
    kerjasama ini. Namun demikian, salah satu kendala dalam hal ini terletak
    pada pendanaan. Oleh karena itu, dukungan lembaga internasional memang
    sangat diharapkan.



 



KEMUNGKINAN UNTUK PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA



Gagasan tentang perpustakaan elektronik untuk Indonesia
--saat ini-- mungkin terlalu maju. Sebab, yang tengah dilakukan oleh perpustakaan
dan pusat-pusat informasi di Indonesia saat ini adalah baru pada tahap
membangun jaringan kerjasama dengan kegiatan tukar-menukar informasi (dalam
arti luas) secara hastawi (manual) dan belum berfungsi maksimal. Untuk
menyebut beberapa contoh: sebuah lembaga di bawah Dirjen Dikti Depdikbud,
yakni Unit Koordinasi Kegiatan Perpustakaan (UKKP) pada dekade 1980-an
membentuk 8 Pusat Layanan Disiplin Ilmu (PUSYANDI) yang bertujuan menyediakan
layanan disiplin ilmu bagi pemakai dari seluruh Indonesia. Kalangan IAIN
seluruh Indonesia juga pernah membina kerjasama perpustakaan yang dimulai
pada tahun 1989, dengan kegiatan pertemuan berkala setahun sekali melalui
pertukaran publikasi seperti daftar buku baru, indeks majalah islam, serta
pendidikan tenaga pustakawan selama tiga bulan, yang dipusatkan di IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Kerjasama lainnya ialah jaringan komunikasi
dan informasi penelitian antar IAIN, yang bertujuan mengumpulkan laporan
penelitian staf pengajar IAIN serta pertukaran publikasi. Semua kegiatan
kerjasama tersebut masih dilakukan secara hastawi sampai pada akhir dasawarsa
90-an.



Penulis telah mensurvey beberapa perpustakaan perguruan
tinggi di Jakarta dan Surabaya (negeri maupun swasta). Hasilnya menunjukkan,
ada kemajuan dalam penerapan TI untuk kerjasama jaringan informasi (Lihat
tabel). Sistem manual sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, diganti
dengan sistem komputerisasi atau pemanfaatan TI yang tersedia. Kemampuan
menerapkan TI untuk kerjasama jaringan menunjukkan bahwa mereka sebenarnya
sudah siap untuk menjadi perpustakaan elektronik.



 Dari tabel tersebut, terlihat adanya beberapa
piranti penting yang melengkapi syarat suatu perpustakaan elektronik. Namun
demikian, hasil survey menunjukkan hanya ada dua (dari 8 yang disurvey)
perpustakaan yang telah menyediakan pangkalan datanya ke dalam internet,
yaitu Petra dan Ubaya.



 



RANCANG BANGUN SISTEM PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK



Ketika membicarakan perpustakaan elektronik, maka penulis
menganggap bahwa pada perpustakaan itu sudah berlangsung sistem komputerisasi
dan tidak ada di dalamnya perpustakaan hastawi. Sebab, otomasi (searti
dengan komputerisasi) merupakan keniscayaan yang tak bisa ditawar bagi
sebuah perpustakaan elektronik. Untuk kegiatan ke dalam (ing griya),
diperlukan Local Area Network (LAN), yang berfungsi untuk menangani kegiatan
perpustakaan (library housekeeping) --seperti input data, membuat
cantuman bibliografi, mencetak katalog jika diperlukan, menangani kegiatan
administrasi, melayani peminjaman dan pengembalian (sirkulasi), menyediakan
penelusuran melalui OPAC (Online Public Access Catalogue), membuat
statistik pengunjung, dsb.-- secara terpadu. LAN juga bisa diperluas ke
berbagai bagian yang ada di perguruan tinggi, misalnya ke fakultas-fakultas,
rektorat, Puslit, dan lain-lain. Link tersebut memungkinkan mereka
mengakses langsung ke pangkalan data (database) dari tempat mereka
sendiri, tanpa harus datang ke perpustakaan.



Sedangkan untuk menghubungkan jaringan ke luar, diperlukan
Wide Area Network (WAN), dengan langkah-langkah alternatif sebagai
berikut:




  • Mengupayakan sebuah Personal Computer (PC) yang
    dilengkapi dengan x.25 card melalui Packet Assembler de-Assembler
    (PAD) agar dapat dihubungkan ke jaringan. Tujuannya agar PC itu dapat akses
    ke satu LAN atau lebih, sehingga PC menjadi workstation beberapa
    LAN secara remote access. Selain itu, PC juga dapat memanggil dan
    terhubung ke PC lain, host dan sebagainya. Artinya, satu saat PC
    tersebut dapat me-remote access ke PC lain dan pada saat lain mengakses
    ke satu LAN, host A, B, dan C yang ada di jaringan. Jadi, sistem
    ini mirip sistem ATM pada kebanyakan Bank. Misalnya, Perpustakaan IAIN
    Surabaya bisa melakukan akses langsung ke Perpustakaan IAIN Jakarta, IAIN
    Yogyakarta, Unair, Petra dan sebaliknya. Jaringan akan memberikan sambungan
    sesuai dengan nomor yang dipanggil. Penomoran jaringan bisa diatur dengan
    standar Number User Address (NUA).


  • Menghubungkan beberapa LAN ke komputer induk (host).
    Gateway server LAN yang dilengkapi dengan x.25card dan PAD dapat
    mengakses satu atau lebih host, sehingga beberapa aplikasi dan data
    yang ada di host dapat dipakai bersama oleh seluruh workstation
    yang terhubung ke LAN itu. Dengan demikian, LAN yang ada di cabang dapat
    berkomunikasi dengan beberapa cabang lain secara simultan dengan menggunakan
    sirkit virtual yang berbeda.


  • Untuk mengefektifkan kinerja jaringan, perlu dibentuk
    dua atau tiga pusat (host), misalnya host A di perpustakaan
    IAIN Surabaya, host B di UGM Yogyakarta, host C di IAIN Jakarta,
    dan sebagainya. Para host ini bertindak selaku koordinator, sekaligus
    berfungsi sebagai antar muka (inter-face) yang menghubungkan kepentingan
    anggota yang satu dengan lainnya.


  • Memasang dan mengaktifkan internet.



 Model jaringan di atas mengasumsikan hubungan
antara anggota (simpul/nodes) secara terpusat terbagi.
Host-host tersebut berperan sebagai antar muka yang menghubungkan
komunikasi jaringan antara simpul yang satu dengan lainnya di host
lain. Host juga berperan mendistribusikan informasi kepada simpul.
Informasi di sini bisa berupa daftar bibliografi bahan pustaka (melalui
OPAC), artikel majalah dan informasi ilmiah lainnya (melalui CD-Net), electronic
mail
, electonic bulletin board system, electronic conferencing,
dan lain-lain. Semua informasi tersebut bisa di-download (diambil)
atau di-upload (dikirim).



 



PENUTUP



Analisis terhadap penarapan TI dalam sistem jaringan perpustakaan
perguruan tinggi di Indonesia dan kemungkinan penerapannya, menunjukkan
bahwa TI memberikan kemudahan luar biasa kepada pengguna untuk mengakses
informasi lintas batas. Di sisi lain TI, juga memberikan kemudahan bagi
pengelola informasi (pustakawan) untuk mengolah, menyimpan dan menyebarkannya.
Selain itu, TI juga menjadi sarana membangun perpustakaan elektronik yang
kehadirannya tidak bisa dihindari. Dengan mensurvey beberapa perpustakaan
perguruan tinggi di Indonesia, didapatkan gambaran tentang kesiapan perpustakaan
perguruan tinggi menyambut "makhluk baru" dalam dunia informasi
yaitu perpustakaan elektronik. Terbentuknya jaringan informasi --dan perpustakaan
elektronik di dalamnya-- sangat diperlukan bagi perguruan tinggi, guna
memberikan akses yang besar kepada pemakai (mahasiswa, dosen, peneliti)
terhadap perkembangan pengetahuan dari detik ke detik.



Keniscayaan untuk membentuk learning society di
perguruan tinggi, salah satu caranya ialah dengan meningkatkan kemampuan
menggunakan TI, dan selalu mengikuti perkembangannya. Bahan pustaka dalam
bentuk elektronik perlu diperbanyak, agar selain memperbesar akses terhadap
informasi juga mempermudah pengelolaannya. Yang tidak kalah penting lagi
adalah dengan semua itu, meningkatlah kualitas dan citra perguruan tinggi.
@

 

Friends

Followers

Fave This

WEB MASTER Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts